Kriteria Makanan Halal Dan Haram
KRITERIA MAKANAN HALAL DAN HARAM DALAM AGAMA ISLAM
Agama islam adalah agama yang sangat sempurna, komprehensip dan mudah syariatnya. Di antara bukti
kebaikan dan kemudahan syari’at Islam, IAllah menghalalkan
semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat dan manfaat bagi badan, ruh
maupun akhlak manusia. Demikian pula sebaliknya, Allah mengharamkan semua
makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat atau yang mengandung mudharat
lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan
kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad manusia.IAgama Islam adalah agama yang
sangat sempurna, komprehensip dan mudah syariatnya. Di antara bukti kebaikan
dan kemudahan syari’at Islam, Allah
KEWAJIBAN MENGKONSUMSI MAKANAN YANG BAIK DAN HALAL
Bagi seorang muslim, makanan bukan sekedar
pengisi perut dan penyehat badan saja, sehingga diusahakan harus sehat dan
bergizi, tetapi di samping itu juga harus halal. Baik halal pada zat makanan
itu sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah, dan halal
pada cara mendapatkannya.
Merintahkan seluruh hamba-Nya yang beriman dan
yang kafir agar mereka makan makanan yang baik lagi halal, sebagaimana
firman-Nya:IDi dalam Al-Quran Al-Karim
Allah
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Dan firman-Nya pula:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا
مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik
dari yang telah Kami rizkikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
memberikan
ancaman masuk neraka kepada siapa saja yang mengkonsumsi makanan yang haram,
sebagaimana sabda beliau:rDi dalam sebuah hadits, Nabi
أَيُّمَا لَحْمٍ
نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu
(makanan) yang haram, maka neraka lebih pantas (sebagai tempat tinggal, pent)
baginya”.
: “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR. Muslim II/703 no.1015)r menceritakan ada seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka kata Rasulullah rDemikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi
: “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR. Muslim II/703 no.1015)r menceritakan ada seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka kata Rasulullah rDemikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi
KAIDAH FIQIH: HUKUM ASAL SEGALA SESUATU (MAKANAN,
BINATANG, DLL) ADALAH HALAL KECUALI JIKA ADA DALIL SYAR’I YANG MENGHARAMKANNYA.
:IKaidah ini disimpulkan oleh para ulama dari
beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ
مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu
(termasuk makanan dan binatang) yang ada di bumi adalah nikmat dari Allah, maka
ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal dikonsumsi dan boleh
dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, karena Allah tidaklah memberikan nikmat kecuali
yang halal dan baik.
Dan berdasarkan firman-Nya pula:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا
اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu
apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
(QS. Al-An’am: 119)
bersabda:
“Apa saja yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya itulah yang halal, dan
apa saja yang diharamkan oleh-Nya itulah yang haram, adapun yang tidak
dijelaskan, berarti termasuk yang dimaafkan bagimu. Dan terimalah pemaafan
Allah itu, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu, kemudian beliau
membaca firman Allah:r, bahwa Rasulullah tMaka semua makanan yang tidak
ada pengharamannya dalam syari’at Islam berarti hukumnya adalah halal sepanjang
tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya. Demikian pula binatang yang tidak
ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak termasuk ke dalam
golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan jenis, bentuk
atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk
keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’
“Dan
tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS. Maryam: 64.) (HR. Hakim II/406 no.3419 dan dia
menshahihkannya).
MACAM-MACAM MAKANAN:
Pada umumnya makanan yang sering dikonsumsi
manusia ada dua jenis, yaitu:
1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.
1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.
2. Binatang (hewani), yang terdiri dari binatang
darat dan binatang air.
Binatang darat ada dua macam;
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
Hukum binatang darat dengan kedua bentuknya
adalah halal kecuali yang diharamkan oleh syari’at. (Manhajus Salikin hal. 52)
Binatang air juga terbagi menjadi 2:
1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthubi VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31-32)
1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthubi VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31-32)
:IHukum binatang air bentuk yang pertama, -menurut
pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dikonsumsi secara mutlak. Ini
adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan
keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman Allah
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
:rDan sabda Rasulullah
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
KRITERIA MAKANAN ATAU BINATANG YANG DIHARAMKAN
DALAM ISLAM
Di dalam syari’at Islam, makanan atau binatang
yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.
di dalam hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:r di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi IBerdasarkan firman Allah
1. Darah:IDarah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari. Hal ini berdasarkan firman Allah
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.
di dalam hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:r di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi IBerdasarkan firman Allah
1. Darah:IDarah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari. Hal ini berdasarkan firman Allah
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
2. Daging
Babi
:IPara ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
:IPara ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…”. (QS.
Al-Ma`idah: 3)
Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
3. Khamar (minuman keras)
berfirman:IAllah
berfirman:IAllah
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma`idah: 90)
secara
marfu’:tDan diriwayatkan dari Ibnu
‘Umar
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua
khamar adalah haram”. (HR. Muslim III/1587 no.2003)
Dan dapat dianalogikan dengannya semua makanan
dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba
dengan seluruh jenis dan macamnya.
4. Semua Binatang Buas Yang Bertaring,
Yang Dengan Taringnya Ia Memangsa Dan Menyerang Mangsanya
bersabda:r, Rasulullah tSebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
bersabda:r, Rasulullah tSebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
كُلُّ ذِي
نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Semua binatang buas yang bertaring, maka
mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim III/1534 no.1933).
, ia berkata:tJuga apa yang diriwayatkan oleh
Abu Tsa’labah Al-Khusyani
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم
– نَهَى عَنْ أَكْلِ
كُلِّ ذِى نَابٍ
مِنَ السِّبَاعِ
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyai taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).r“Rasulullah
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyai taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).r“Rasulullah
Yang dimaksudkan di sini adalah semua binatang
buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa
manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul Qayyim
II/117).
5. Semua Jenis Burung Yang Bercakar, Yang
Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram Atau Menyerang Mangsanya.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم-
عَنْ كُلِّ ذِى
نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ
ذِى مِخْلَبٍ مِنَ
الطَّيْرِ
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)r“Rasulullah
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)r“Rasulullah
berkata:tYang dimaksud burung yang
memiliki cakar di atas adalah yang buas, seperti burung Elang dan Rajawali.
Sehingga tidak termasuk sebangsa ayam, burung merpati dan sejenisnya. Abu Musa
Al-Asy’ari
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)r“Saya melihat Rasulullah
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)r“Saya melihat Rasulullah
6. Semua Binatang Yang Diperintahkan
Untuk Dibunuh
bersabda:rDi antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi
bersabda:rDi antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي
الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di
tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent) atau di luarnya: tikus, kalajengking,
burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim
II/856 no.1198)
, dia berkata:tDemikian pula cecak, termasuk
binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad
bin Abi Waqqash
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
memerintahkan untuk membunuh cecak, dan beliau
menamakannya Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR. Muslim IV/1758
no.2238)r“Bahwa Nabi
bersabda:rPada riwayat lain Nabi
مَنْ قَتَلَ
وَزَغًا فِي
أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ
مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ
وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ
ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh cecak dengan sekali
pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa yang membunuhnya pada
pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada pukulan yang ketiga
baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)
memerintahkan agar membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.rDi dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi
memerintahkan agar membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.rDi dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi
7. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk
Dibunuh.
Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ
قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ
الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ
melarang
membunuh empat jenis binatang, yaitu: semut, lebah, burung hud-hud dan burung
shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789 no.5267. Dan Syaikh
Al-Albani men-shahih-kannya).r“Sesungguhnya Nabi
, ia berkata:tMenurut pendapat sebagian
ulama, kodok juga termasuk binatang yang tidak boleh dibunuh. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Utsman
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya melarangnya untuk membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).r tentang kodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi rkepada Rasulullah
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya melarangnya untuk membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).r tentang kodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi rkepada Rasulullah
melarang
membunuh binatang-binatang itu, berarti dilarang pula memakannya. Sebab, jika
binatang itu termasuk yang boleh dimakan, bagaimana cara memakannya kalau
dilarang membunuhnya?rDi dalam hadits tersebut, Nabi
8. Keledai jinak (bukan yang liar)
yang
berseru:r, ia berkata: Bahwa ada seorang
pesuruh Rasulullah tIni merupakan pendapat Empat Imam madzhab selain
Imam Malik dalam sebagian riwayat darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin
Malik
إِنَّ الله
ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ
لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian
untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR.
Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim III/1540 no.1940)
, ia berkata:tAdapun keledai liar, maka halal
dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir
أَكَلْنَا زَمَنَ
خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى
الله عليه وسلم
عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
melarang
kami dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam
Ahmad III/322 no.14490)r“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan
keledai liar, dan Nabi
Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai
Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama
zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta Asy-Syarhul Kabir
IX/65).
9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan
Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya
Haram.
Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah
Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah
حَرَّمَ رسول
الله صلى الله
عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
mengharamkan -yakni pada saat perang Khaibar-
daging keledai jinak dan daging bighal.” (HR. Ahmad III/323 no.14503, dan
At-Tirmidzi IV/73 no.1478)r“Rasulullah
Dan keharaman ini berlaku untuk semua hewan hasil
peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan yang haram dimakan.
10. Anjing, ia berkata:t telah mengharamkan harga
jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, sebagaimana
diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari rPara ulama sepakat akan haramnya
memakan anjing, karena ia termasuk binatang buas yang bertaring. Di samping itu
Nabi
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)r“Bahwa Rasulullah
bersabda:r, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)r“Bahwa Rasulullah
bersabda:r, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
bersabda:rDan diriwayatkan dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah
, ia berkata: “Kami diperintahkan untuk membunuh
anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR.
Muslim III/1200 no.1571)tDiriwayatkan dari Ibnu Umar
11. Binatang Yang Buruk Atau
Menjijikkan.
Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”
(QS. Al-A’raf: 157)r“Dan dia (Muhammad
Namun kriteria binatang yang buruk dan
menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan
bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang
dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal
dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja.
Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa
merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana
binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).
Kalau binatang itu tidak diketahui oleh orang
Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di sana, maka dikiyaskan
(dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat kemiripannya dengan binatang
yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang haram maka diharamkan, dan
sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan binatang tersebut maka
dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian) masyarakat setempat. Kalau
mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-Thabari membolehkan
untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh dimakan, kecuali kalau
itu mengandung mudharat.
12. Semua makanan yang bermudharat
terhadap kesehatan manusia -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan
segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua
jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
berfirman:IAllah
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
berfirman:IAllah
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
bersabda:rJuga Nabi
لاَ ضَرَرَ
وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak
boleh membahayakan orang lain”. (HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah
no.2431)
Kedua: Haram Lighairihi (makanan yang haram
karena faktor eksternal). Maksudnya hukum asal makanan itu sendiri adalah
halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram karena adanya sebab yang tidak
berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri atau
dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah pelacuran, sesajen
perdukunan, dan lain sebagainya.
1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji
:IHewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji
:IHewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
2. Binatang Yang Disembelih Tanpa Membaca
Basmalah
berfirman: Al An’am, 6:121.IHewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. Allah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
berfirman: Al An’am, 6:121.IHewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. Allah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
3. Bangkai berfirman:IYaitu semua binatang yang mati
tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا
أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا
مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat di atas:
1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang mati karena
tercekik.
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
secara marfu’:t9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
secara marfu’:t9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
مَا قُطِعَ
مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ
حَيَّةٌ، فَهُوَ
مَيْتَةٌ
“Apa saja yang terpotong dari binatang dalam
keadaan binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad
V/218 no.21953, Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan ia
men-shahih-kannya).
Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai
ini halal dimakan:
1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah
berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar
bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar
أُحِلَّتْ لَنَا
مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
3. Janin yang berada dalam perut hewan yang
disembelih. Hal ini ber bersabda:r, bahwa Nabi tdasarkan hadits Abu Sa’id
Al-Khudri
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan
Cara Haram
:I. Misalnya, makanan hasil curian, atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah IPada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh dengan cara yang diharamkan Allah
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
:I. Misalnya, makanan hasil curian, atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah IPada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh dengan cara yang diharamkan Allah
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
5. Jallalah
Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
, ia berkata:tHukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
, ia berkata:tHukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
melarang
memakan Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 No. 3785, dan
di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)r“Rasulullah
berkata:tDalam riwayat lain, Abdullah
bin Umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).r“Rasulullah
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).r“Rasulullah
, bahwa ia pernah mengurung ayam yang suka makan
feses (kotoran atau najis) selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi
Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).tAgar Jallalah tersebut menjadi
halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan yang
bersih atau suci, sebagaimana yang dicontohkan oleh Abdullah bin Umar
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur
Najis
ditanya tentang minyak samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:rContohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi
ditanya tentang minyak samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:rContohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi
أَلْقُوهَا وَمَا
حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ . وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan
padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan makanan
yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika
yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya dirinci;
jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan warna),
maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula
sebaliknya.
Demikian pembahasan tentang kaidah dan kriteria
makanan dan binatang yang diharamkan dalam agama Islam yang dapat kami
sebutkan. Semoga apa yang kami tulis menjadi amal shalih dan ilmu yang bermanfaat
bagi penulisnya maupun pembaca semuanya.
HALALKAH IKAN YANG MEMAKAN KOTORAN
MANUSIA
Oleh: Ustadz Sigit Pranowo, Lc. al-Hafidz
Ikan
(Hewan) yang memakan kotoran manusia termasuk didalam kategori
"Al-Jallalah". Maksud Al-Jallalah yaitu setiap hewan yang makanan
pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya.
(Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598)
meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran
selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul
Bari 9/648). “Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jallalah unta
untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang
dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan
Ibnu Majah: 3189).
“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya
berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan
memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari
9/648).
Al Khottobi mengatakan bahwa manusia telah berbeda
pendapat tentang memakan daging dan susu binatang jallalah. Para ulama Syafi’i
dan Ahmad bin Hambal mengatakan bahwa ia tidak boleh dimakan sehingga dikurung
selama beberapa hari yang diberi makan dengan makanan yang suci dan apabila
dagingnya sudah baik maka tidak apa-apa untuk dimakan.
Diriwayatkan didalam sebuah hadits bahwa sapi
dikurung dan diberi makan dengan makanan yang suci selama 40 hari kemudian
boleh dimakan dagingnya. Ibnu Umar pernah mengatakan bahwa ayam dikurung selama
tiga hari kemudian disembelih.
Sedangkan Ishaq bin Rohuyah mengatakan tidak
masalah dagingnya (jallalah) dimakan setelah dicuci bersih. Al Hasan al Bashri
tidak melihat ada masalah tentang makan daging jallalah, begitu pula dengan
Malik bin Anas. Ibnu Ruslan didalam “Syarh as Sunan” bahwa tidak ada batasan
waktu tertentu dalam pengurungan jallalah, sebagian ada yang berpendapat
terhadap onta dan sapi adalah 40 hari sedangkan kambing 7 hari, ayam 3 hari dan
inilah pilihannya dalam kitab al Muhadzab wa at Tahrir. (Aunul Ma’bud juz X hal
187)
Para ulama yang memakruhkan dan tidak membolehkan
memakan daging jallalah bersepakat membolehkan makan daging tersebut setelah
binatang itu dikurung dalam batas waktu tertentu dan diberi makan dengan
makanan yang baik sehingga daging itu menjadi baik kembali. Hal itu dikarenakan
yang menjadi sebab tidak dibolehkannya adalah adanya perubahan pada dagingnya
dan ketika sebab itu hilang dengan dikurung maka binatang itu tidak disebut
lagi dengan jallalah.
Adapun apabila binatang itu tidak dikurung terlebih
dahulu maka pendapat yang kuat—wallahu a’lam—adalah makruh dimakan dagingnya,
makruh pula telur, susu atau menaikinya tanpa menggunakan alas duduk. Pendapat
ini dipilih oleh al Khottobi terhadap hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw melarang
dari meminum susu jallalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan an Nasai dengan
mengatakan,’makruh memakan daging dan susunya demi kebersihan dan kesucian.’—Ma’alimus
Sunan juz V hal 306. (www.islamweb.net)
Pendapat yang bisa dipakai untuk menguatkan hal ini
adalah apa yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa kotoran yang dimakan oleh
binatang jallalah tersebut telah berubah menjadi dagingnya sebagaimana darah
yang berubah menjadi daging. Pernyataan ini seolah-olah mengatakan bahwa
kotoran yang dimakan tersebut tidaklah ada pengaruhnya sama sekali terhadap bau
maupun rasa dari daging binatang tersebut.
Dengan demikian diperbolehkan menjualnya baik
sebelum maupun setelah dikurung dan diberikan makanan yang baik. Akan tetapi
menjualnya setelah dikurung lebih baik daripada sebelum dikurung demi menjaga
kebersihan dari dagingnya tersebut.
0 comments:
Post a Comment